LARANGAN KERJE SARA URANG PADA SUKU GAYO DALAM PERSPEKTIF KOMPILASI HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Kecamatan Bintang Kabupaten Aceh Tengah)

Tawarniate, Tawarniate (2020) LARANGAN KERJE SARA URANG PADA SUKU GAYO DALAM PERSPEKTIF KOMPILASI HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Kecamatan Bintang Kabupaten Aceh Tengah). Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan.

[img]
Preview
Text
SKRIPSI.pdf - Published Version

Download (1MB) | Preview
[img]
Preview
Text
SKRIPSI.pdf

Download (1MB) | Preview

Abstract

Skripsi ini berjudul “LaranganKerje Sara Urang Pada Suku Gayo Dalam Perspektif Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus Di Kecamatan Bintang Kabupaten Aceh Tengah)”. Sistem perkawinan suku Gayo khususnya pada masyarakat di Kecamatan Bintang menganut sistem eksogami yang diartikan dengan menikah keluar urang atau belah. Pernikahan endogami dianggap sebagai pelanggaran adat yang dikenal dengan larangan kerje sara urang. Masyarakat tidak boleh menikah yang mana sepasang suami/istri berasal dari urang, kuru atau belah yang sama. Hal ini merupakan ketetapan adat sejak zaman dahulu yang mengganggap jika tinggal di wilayah yang sama maka telah menjadi saudara dan tidak boleh manikah satu sama lain. Pelanggaran terhadap adat ini merupakan suatu kesalahan yang bisa dijatuhi hukuman berupa parak dan mugeleh koro. Adapun rumusan masalahan dalam skripsi ini adalah untuk mengetahui faktor larangan kerje sara urang pada suku Gayo. Bagaimana pengaturan adat Gayo tentang larangan kerje sara urang di kecamatan Bintang kabupaten Aceh Tengah. Kemudian bagaimana kedudukan larangan kerje sara urang pada masyarakat Gayo di kecamatan Bintang ditinjau dari Kompilasi Hukum Islam.Metode penelitian adalah yuridis empiris dengan menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan studi kasus dan pendekatan peraturan perundang-undangan.. Hasil penelitian bahwa larangan pernikahan kerje sara urang pada suku Gayo di Kecamatan Bintang Kabupaten Aceh Tengah tidaksesuai dengan aturan larangan perkawinan pada Kompilasi Hukum Islam pasa pasal 39 sampai pasal 44 yang melarang perkawinan kerena senasab, karena semenda dan karena sepersusuan. Ketentuan ini juga sesuai dengan larangan perkawinan dalam Al-Qur’an dan hadits. Penulis dapat menyimpulkan bahwa larangan kerje sara urang ini tidak harus digalakkan lagi secara mutlak karena mengingat telah terjadinya percampuran penduduk. Seharusnya larangan perkawinan ini dikaji ulang oleh tokoh adat, tokoh agama dan tokoh masyarakat agar sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Al-Qur’an, Hadist dan peraturan perundang-undangan.

Jenis Item: Skripsi (Skripsi)
Subjects: 300 Social sciences > 340 Law
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > Ahwal Syakhshiyyah > Skripsi
Pengguna yang mendeposit: Prodi Hukum Keluarga
Date Deposited: 15 Jun 2020 08:11
Last Modified: 15 Jun 2020 08:14
URI: http://repository.uinsu.ac.id/id/eprint/8882

Actions (login required)

View Item View Item