Latip, Muhammad (2022) Perlindungan Pegawai Pencatat Nikah dari Sanksi Pidana Persepktif Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022. Doctoral thesis, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan.
Text
Cover Muhammad Latip.pdf Download (2MB) |
|
Text
BAB I.pdf Download (359kB) |
|
Text
BAB II.pdf Restricted to Registered users only Download (321kB) |
|
Text
BAB III.pdf Restricted to Registered users only Download (283kB) |
|
Text
BAB IV.pdf Restricted to Registered users only Download (397kB) |
|
Text
BAB V.pdf Download (120kB) |
|
Text
Daftar Pustaka dan lampiran Muhammad Latip.pdf Download (1MB) |
Abstract
Sanksi pidana merupakan suatu intrumen yang penting didalam peraturan perundang-undang bertujuan untuk memastikan bahwa peraturan atau hukum tersebut tidak dilanggar, sehingga semua undang-undang yang mengatur kepentingan masyarakat dan Negara diberi ketentuan sanksi agar undang-undang tersebut memiliki upaya paksa untuk ditaati, tidak terkecuali undang-undang perkawinan. Semangat pencantuman ketentuan pidana dalam undang-undang yang mengatur administrasi perkawinan dimulai pada undang- undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk, semangat tersebut berlanjut pada peraturan pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam perkembangannya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undang menyatakan pada pasal 15 bahwa yang boleh memuat ketentuan pidana hanya Undang- undang, Peratuarn Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota, sehingga bagaimana kedudukan dan kepastian ketentuan pidana yang terdapat didalam peraturan pemerintah nomor 9 Tahun 1975 tersebut? Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menjelaskan bagaimana kedudukan ketentuan pidana yang terdapat didalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menurut Undang- undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Maka dalam pelaksanaannya peneliti menggunakan metode penelitian hukum normatif yuridis dengan pendekatan undang-undang (State Approach) dan doktrin hukum. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini terbagi kepada dua, bahan hukum primer yaitu berupa buku, artikel atau literatur yang berikaitan dengan objek permasalahan ini dan bahan hukum sekunder berupa informasi yang diperoleh dari wawancara terhadap Anggota Komisi III DPR RI, Pejabat Kementerian Agama Republik Indonesia, Pejabat Mahkamah Agung dan Pakar Hukum. Bahan hukum tersebut akan dianalisis menggunakan tekhnik Triangulasi Teori dan Triangulasi Sumber Data untuk selanjutnya disimpulkan. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undang maka ketentuan pidana yang terdapat didalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 adalah batal dan tidak dapat diberlakukan dengan berbagai pertimbangan. Pertama bahwa asas hukum Lex Posterior Derogat Legi Priori dapat diberlakukan dengan lahirnya undang-undang nomor 12 tahun 2011, maka secara asas hukum peraturan sebelumya dinyatakan batal dan tidak dapat berlaku. Kedua kalimat “hanya dapat” yang terdapat didalam undang-undang nomor 12 tahun 2011 berarti mengenyampingkan hal lainnya selain yang telah disebutkan. Ketiga. Namun pernyataan bata atau tidak berlakunya suatu ketentuan didalam peraturan perundang- undangan harus dinyatakan secara tertulis, karena indonesia menganut asas hukum tertulis, baik pada peraturan yang sejajar maupun peraturan yang diatasnya, hal itu yang terjadi pada peraturan pemerintah nomor 9 tahun 1975 ini, setelah undang –undang nomor 1 tahun 1974 dirubah kedalam undang – undang nomor 16 tahun 2019 tentang perkawinan. Jika dilihat dari tindakannya, dapat disimpulkan bahwa kriteria pernikahan yang dapat dipidana atau didenda terbagi kepada dua, yaitu Pertama, adalah adanya niat atau unsur kesengajaan, yaitu dari pasangan suami isteri, terlepas apapun niat atau motivasi mereka dalam melakukan tindakan tersebut, apalagi pasangan tersebut telah mengetahui adanya pasal atau ketentuan yang mengatur tentang anjuran mencatatkan pernikahan atau pemberitahuan kehendak nikah namun tetap melanggarnya, maka hal tersebut dapat dipidana, atau jarak tempuh antar kediaman mereka dengan Kantor Urusan Agama tidak jauh atau dapat ditempuh hanya beberapa jam, namun tidak dilakukan, maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan pidana. Kedua, tindakan tersebut merugikan orang lain, dengan kata lain, bahwa orang yang dirugikan tersebut melaporkan atau mengadukan perbuatan yang merugikannya kepada pihak kepolisian, sehingga dapat diproses, karena ketentuan tersebut merupakan delik aduan, misalnya orang tua dari mempelai wanita merasa dirugikan karena anaknya tidak mendapatkan nafkah atau diperlakukan semena – mena dengan dalih bahwa perkawinan mereka tidak dicatatkan, maka orang tua dari mempelai wanita dapat mengadukan perbuatan tersebut.
Jenis Item: | Skripsi (Doctoral) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | perlindungan hukum, pencatatan nikah |
Subjects: | 2X4 FIQH > 2X4.5 Hukum Pidana/Jinayat |
Divisions: | Program Pasca Sarjana > Program Doktor > Disertasi Doktor |
Pengguna yang mendeposit: | Mr Muhammad Aditya |
Date Deposited: | 05 Dec 2022 08:00 |
Last Modified: | 05 Dec 2022 08:00 |
URI: | http://repository.uinsu.ac.id/id/eprint/16457 |
Actions (login required)
View Item |