Nasution, Muhammad Zaid Anshari (2021) Pandangan hakim Pengadilan Agama Medan terhadap perbedaan penentuan awal masa iddah dalam kompilasi hukum Islam. Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan.
Text
COVER.pdf Download (1MB) |
|
Text
BAB.pdf Download (4MB) |
|
Text
BAB II.pdf Restricted to Repository staff only Download (1MB) |
|
Text
BAB 3.pdf Restricted to Repository staff only Download (1MB) |
|
Text
BAB 4.pdf Restricted to Repository staff only Download (1MB) |
|
Text
BAB 5.pdf Download (434kB) |
|
Text
DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (1MB) |
Abstract
Dikalangan masyarakat dan juga Kantor Urusan Agama ditemukan perbedaan dalam penentuan awal masa iddah, hal itu disebabkan karena berbeda pemahaman dan rujukan dalam permasalahan tersebut. Masyarakat maupun Kantor Urusan Agama dalam menentukan awal masa iddah merujuk pada pasal 123 Kompilasi Hukum Islam dengan argumentasi bahwa awal iddah itu dimulai ketika si suami mengucapkan ikrar talak di depan sidang majelis hakim. Pendapat lain merujuk pada pasal 153 ayat 4 yang menyatakan bahwa awal masa iddah itu dimulai ketika putusan memiliki kekuatan hukum tetap. Mereka yang menentukan awal iddah berdasarkan pasal ini meyakini bahwa awal iddah itu ditentukan dengan melihat tanggal keluarnya akta cerai dari Pengadilan Agama, baik dalam hal cerai talak maupun cerai gugat. Tanggal keluar akta cerai tersebut merupakan bukti putusan tersebut berkekuatan hukum tetap. Rumusan Masalah dalam penelitian ini yaitu : Pertama, bagaimana ketentuan Kompilasi Hukum Islam tentang penentuan awal masa iddah. Kedua, bagaimana argumentasi Hakim Pengadilan Agama Medan tentang penentuan awal masa iddah berdasarkan pasal 123 dan pasal 153 ayat 4 Kompilasi Hukum Islam. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian lapangan (Field research). Sumber data yang digunakan berupa literatur yang membahas tentang iddah dan wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Medan. Hakim Pengadilan Agama memiliki dua pendapat. Pertama, awal iddah untuk cerai talak merujuk pada pasal 123 Kompilasi Hukum Islam. Interpretasinya adalah karena pada pasal tersebut ada redaksi perceraian terhitung dan terjadi setelah perceraian itu dinyatakan di depan sidang Majelis Hakim. Karena cerai talak adalah hak suami, maka dengan dinyatakannya perceraian tersebut secara otomatis awal iddah dimulai. Dalam hal cerai gugat, yang menjadi rujukannya adalah pasal 153 ayat 4. Interpretasinya adalah karena tidak adanya pengucapaan ikrar talak dari isteri, maka awal iddah karena cerai gugat dimulai ketika putusan telah memiliki kekuatan hukum tetap. Dan putusan yang memiliki kekuatan hukum tetap itu adalah setelah 14 hari adanya putusan hakim yang mengabulkan gugatan isteri dan menyatakan kedua belah pihak bercerai serta tidak harus melihat tanggal keluarnya akta cerai. Pendapat kedua, Hakim Pengadilan Agama Medan menyatakan bahwa rujukan dalam penentuan awal iddah adalah pasal 153 ayat 4 baik dalam hal cerai talak maupun cerai gugat. Interpretasinya adalah bahwa awal masa iddah secara jelas dalam pasal tersebut menyatakan bahwa masa tunggu dimulai setelah putusan tersebut berkekuatan hukum tetap. Dalam hukum acara perdata, putusan yang memiliki kekuatan hukum tetap itu adalah 14 hari setelah perkara perceraian itu diputus oleh hakim dan setelah tidak adanya banding dari salah satu pihak. Sekalipun dalam cerai talak si suami belum mengucapkan ikrar talak, awal iddah tetap di hitung setelah 14 hari dari putusan majelis hakim yang meligitimasi si suami untuk mengucapkan ikrar talak di depan sidang Pengadilan Agama.
Jenis Item: | Skripsi (Skripsi) |
---|---|
Subjects: | 2X4 FIQH > 2X4.3 Hukum Perkawinan / Munakahat > 2X4.34 Iddah |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Ahwal Syakhshiyyah > Skripsi |
Pengguna yang mendeposit: | Ms Nurul Hidayah Siregar |
Date Deposited: | 17 May 2023 08:09 |
Last Modified: | 17 May 2023 08:09 |
URI: | http://repository.uinsu.ac.id/id/eprint/19240 |
Actions (login required)
View Item |