Pencalonan Mantan Narapidana Korupsi Sebagai Kepala Daerah Di Tinjau Dari Fiqh Siyasah (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi No.42/PUU-XIII/2015 Tentang Pemilihan Kepala Daerah)

Sakina, Ernida (2020) Pencalonan Mantan Narapidana Korupsi Sebagai Kepala Daerah Di Tinjau Dari Fiqh Siyasah (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi No.42/PUU-XIII/2015 Tentang Pemilihan Kepala Daerah). Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.

[img]
Preview
Text
Skripsi Sakina Nst.pdf.pdf

Download (666kB) | Preview

Abstract

Skripsi ini dilatarbelakangi dengan penelitian kepustakaan mengenai mantan narapidana korupsi dalam pertanyaan : Bagaimana Pencalonan Mantan Narapidana Korupsi Sebagai Kepala Daerah Menurut UndangUndang dan Fiqh Siyasah ? Bagaimana Dan Hal Apa Saja Yang Menjadi Dasar Pertimbangan Hakim Pada Putusan Mahkamah Konstitusi No.42/PUU-XIII/2015 Tentang Pemilihan Kepala Daerah Terkait Pencalonan Narapidana? Bagaimana Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi No.42/ PUU-XIII /2015 Tentang Pemilihan Kepala Daerah Terkait Pencalonan Narapidana Korupsi ditinjau dari Fiqh Siyasah ? Analisis menyimpulkan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi No.42/ PUU-XIII /2015 yang memperbolehkan mantan narapidana korupsi mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah dengan syarat-syarat tertentu. Putusan MK tersebut terkait dengan permohonan pengujian terhadap Pasal 7 Undang-Undang No.8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Mahkamah Konstitusi memperbolehkan mantan narapidana korupsi menjadi Kepala Daerah asalkan memenuhi syarat- syarat tertentu.Kemudian membandingkan hasil analisis tersebut dalam hukum Islam dan hukum positif. Berdasarkan konsep siyasah dusturiyah yang mencakup tentang hak-hak umat mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi No.42/ PUU-XIII /2015 yang memperbolehkan mantan narapidana korupsi menjadi Kepala Daerah sebab mantan narapidana juga termaksud umat dalam negara Islam, yang harus dilindungi hak-haknya apabila bertaubat. Maka dalam Dalam konteks kajian fiqh siyasah mengenai kepala daerah yang dikenal dengan istilah imarah yang dipilih berdasarkan Q.S An-Nisa [4]:58 bahwa yang menjadi pemimpin adalah yang berhak menerima amanat yang dalam artiannya dapat patuh pada perintah Allah. Apabila seorang pemimpin telah taat kepada Allah dan Rasulnya, maka pemimpin tersebut tidak akan melakukan kejahatan termaksud tindak pidana korupsi. Seseorang kehilangan hak untuk menjadi pemimpin disebabkan orang tersebut telah mengalami perubahan dalam status moral sehingga dapat diketahui apabila seseorang telah melakukan kejahatan, termaksud tindak pidana korupsi, maka hak untuk mencalonkan dirinya sebagai kepala daerah telah hilang.

Jenis Item: Skripsi (Skripsi)
Subjects: 2X4 FIQH > 2X4.5 Hukum Pidana/Jinayat
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > Siyasah > Skripsi
Pengguna yang mendeposit: Ms Novita Sari
Date Deposited: 19 Feb 2021 04:45
Last Modified: 19 Feb 2021 04:45
URI: http://repository.uinsu.ac.id/id/eprint/10843

Actions (login required)

View Item View Item