RASYAD, SABILAR (2020) KEABSAHAN WALI NIKAH PEROKOK MENURUT ORGANISASI KEAGAMAAN MUHAMMADIYAH KOTA BINJAI. Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan.
|
Text
SKRIPSI VERSI FULL.pdf - Published Version Download (929kB) | Preview |
Abstract
KEABSAHAN WALI NIKAH PEROKOK MENURUT ORMAS KEAGAMAAN MUHAMMADIYAH KOTA BINJAI adalah merupakan suatu penelitian terhadap hukum keharaman merokok yang dikeluarkan melalui fatwa Pimpinan Pusat Muhammadiyah, melalui Majlis Tarjih dan Tajdid, Jika fatwa rokok sesuai fatwa majelis tarjih dan tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah NO. 6/SM/MTT/III/2010 Tentang Hukum Merokok dengan dikaitkan dengan defenisi fasik dan dampak terhadap kewalian dalam pernikahan, maka hal ini tentunya akan tampak menghasilkan jawaban bahwa hukum wali yang merokok adalah tidak sahnya perkawinan. Tentunya asumsi peneliti ini memerlukan kajian yang lebih dalam untuk membuktikannya. Untuk menjawab permasalahan tersebut di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pendapat ormas keagamaan Muhammadiyah Kota Binjai dalam memahami fatwa Majlis Tarjih dan Tajdid no. 6/SM/MTT/III/2010 dalam kaitannya dengan keabsahan wali nikah perokok, apa saja dalil dari pendapat Muhammadiyah tentang keabsahan wali nikah perokok dan bagaimana penerapan dikalangan Muhammadiyah terkait masalah ini. Selanjutnya penulis menggunakan metode penelitian hukum dengan metode pendekatan empiris. Dari hasil penelitian yang dilakukan maka penulis mengambil kesimpulan, Pertama; bahwa hukum merokok bukanlah perbuatan yang diharamkan. Kedua: orang yang merokok bukanlah orang yang fasik karena tidak melakukan perbuatan yang diharamkan secara berulang-ulang. Namun jika hukum merokok haram sebagaimana fatwa Muhammadiyah, maka seyogyanya menurut peneliti orang yang merokok digolongkan kepada orang yang fasik. Dan ketika orang yang fasik menjadi wali nikah, maka kedudukannya sebagai wali nikah tidak sah. Pendapat ini peneliti sandarkan kepada pendapat Ibnu Taimiyah di dalam kitab Majmu’ah Al Fatawa yang artinya: ‚Fasik adalah orang yang meninggalkan kewajiban dan melakukan keharaman.‛ Hal ini juga dipertegas dengan pendapat Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, bahwa termasuk perbuatan fasik adalah merokok, mencukur jenggot, melakukan ghibah lalu belum bertaubat. Dari beberapa pendapat di atas di jelaskan bahwa setiap orang yang melakukan dosa atau tindakan yang diharamkan dan melakukannya secara berulang-ulang maka termasuk golongan dari orang yang fasik, dan peneliti tidak sependapat adanya pembagian fasik tersebut.
Jenis Item: | Skripsi (Skripsi) |
---|---|
Subjects: | 300 Social sciences > 340 Law |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Ahwal Syakhshiyyah > Skripsi |
Pengguna yang mendeposit: | Prodi Hukum Keluarga |
Date Deposited: | 29 Jun 2020 07:04 |
Last Modified: | 29 Jun 2020 07:04 |
URI: | http://repository.uinsu.ac.id/id/eprint/8992 |
Actions (login required)
View Item |