Selama masih bernafas, manusia akan sangat bergantung pada doa-nya. Setiap doa akan menjadi energi khusus untuk menerawang tujuan. Tidak sedikit yang menangis sebab doa terkesan tak terwujud, banyak juga yang bahagia, sepertinya doa sudah terkabul.
Allah memudahkan segala urusan doa, seolah manusia tidak perlu menyulitkan dirinya terjebak dalam proses, sistem adiministrasi yang ribet. Mintalah.. “kata Allah” maka akan aku kabulkan. Lihat QS Ghafir ayat 60 “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.”.
Namun, manusia sering terjebak-khawatir pada doa, seolah Tuhan sedikit makar kepada makhluk-nya (hambanya),seolah doa terbuang percuma, tidak ada semua tangis-gelisah dalam doa, semua yang berdoa terjebak dalam kehampaan. Lama-kelamaan banyak manusia yang membawa keraguan dalam doanya, dan pelan pelan doa menjadi hampa, dan semua orang yang berdoa tanpa harap.
Atau ada yang menjadikan doa sebagai cara “menagih janji” tanpa memakai Bahasa yang lebih kasar “menagih hutang”. Sangat kalkulatif. Terasa materialistik. Kebaikan, amal ibadah, sebagai umpan, doa sebagai pancing, pengkabulan sebagai ikan-nya. Dengan mudah kita menceritakan berapa doa yang sudah dikabulkan, mana yang masih dalam antrian, mana yang sudah hilang dalam list, mana pula doa yang seolah diabaikan oleh Allah.
Ya bagitulah kita yang berdoa. Selalu saja menyangka sanggup mengimbangi maha pemurahnya Allah dengan semua amal baik dan kepatuhan kita selama hidup, berprasangka aneh pada saat doa terlambat dikabulkan, tidak bahagia ketika doa dikabulkan dalam bentuk yang lain. Padahal semua yang Allah kabulkan sebab kemudahan, kasih sayang (Rahman-Rahim) Allah.
Sekat materialistik membuat kita sulit beradaptasi dengan hajat yang tak berbentuk. Sulit menafsirkan bahwa keistiqomahan pada amal-kebaikan meski doa terasa tak dikabulkan itu juga bagian dari jawaban. Berhenti dalam kejahatan-dosa meski doa tidak kunjung dirasa makbul adalah cara Allah memperbaiki keimanan. Lurus jalan kehidupan menjadi cara Allah memperbaiki tujuan ketaatan dan amal baik kita.
Manusia butuh membentuk falsafah doa-nya, agar semua doa adalah harap yang original hamba kepada Rabb. Bukan tentang hasrat keduniaan saja, tapi tentang defenisi keimanan yang sudah terbentuk selama ini. Tentang popularitas diri dihadapan makhluk langit, terutama di hadapan Allah. Manusia berharap popularitas dunia, dan harapan itu sangat manusiawi, tapi menjadi kurang beradab kalau harapan popularitas dunia itu tidak sedikitpun melibatkan rasa percaya kepada Allah. Bahkan tentang hasil yang kita hajatkan pun tak sepenuhnya kita gantungkan harapannya kepada Allah.
Berdoalah seakan engkau sedang merasa sangat rendah, tidak ada yang pantas dibanggakan atas amal kebaikan sehingga energi doa bukan kepantasan, melainkan ketundukaan dan kehampaan. Munculkan rasa menyesal atas dosa dan kelalaian selama ini, dan minta bimbingan terus menerus agar semua jalan dberi petunjuk, bukan jalan yang sesat, bukan jalan yang dzalim dan aniaya, sehingga semua kemudahan yang didapat atas doa yang disangka terkabul, menjadi cara untuk terus bersyukur, memperbaiki kualitas ibadah dan menguatkan integritas di hadapan khalik
Semoga kita menjadi menjadi orang-orang yang menjadikan doa sebagai jalan yang kencang dan energik untuk menguatkan nilai tauhid dan persangkaan yang kuat hanya kepada Allah. Silahkan menjadi ahli dunia yang melibatkan doa yang kuat hanya kepada Allah Swt. Wallahu a’lam (*)