Hak hadhanah orang tua yang muallaf terhadap anak menurut hukum keluarga di malaysia (studi kasus terhadap putusan mahkamah persekutuan nomor : 02(f)-5-01-2015 & 02(f)-6-01-2015)

Samad, Khairunnisa Binti Abd (2017) Hak hadhanah orang tua yang muallaf terhadap anak menurut hukum keluarga di malaysia (studi kasus terhadap putusan mahkamah persekutuan nomor : 02(f)-5-01-2015 & 02(f)-6-01-2015). Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.

[img]
Preview
Text
Khairunnisa Abd Samad - burning CD.pdf - Submitted Version

Download (514kB) | Preview

Abstract

Skripsi ini berjudul ‚Hak Hadhanah Orang Tua yang Muallaf Terhadap Anak Menurut Hukum Keluarga di Malaysia (Studi Kasus Terhadap Putusan Mahkamah Persekutuan Nomor : 02(f)-5-01-2015 & 02(f)-6-01-2015). Perkahwinan adalah perhubungan yang amat mesra dan mendapat pelaksanaan setinggi-tingginya apabila keharmonian spiritual dicantumkan dengan hubungan fizikal. Jikalau agama menjadi pengaruh yang kuat di dalam kehidupan dua-dua pihak atau sesuatu pihak, perbedaan di dalam perkara yang penting itu semestinya akan menjejas kehidupan mereka. Oleh karena itu, memanglah wajar bahawa pihak-pihak yang hendak berkahwin seharusnya mempunyai pandangan yang sama dari segi agama. Jika didasarkan pada Pasal 51(1) di dalam Undang-Undang Perkawinan Malaysia yang menyatakan bahwa, pihak yang memeluk Islam dianggap telah melakukan kesalahan dalam perkawinan di mana dia tidak diberikan kuasa untuk memutuskan atau mendaftarkan perceraian kecuali jika pihak yang satu lagi yang tidak masuk Islam melakukan gugatan perceraian atau mahkamah sendiri membubarkan perkawinan mereka. Jika menurut hukum Islam, perkawinan seseorang bukan Islam batal apabila telah memeluk Islam sekiranya pasangannya turut sama berbuat demikian. Berbeda dengan Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam (Negeri Sembilan) Tahun 2003 yang tidak mempunyai wewenang ke atas orang bukan Islam. Karena di Malaysia, setiap undang-undang itu berlaku di atas kewenangan mahkamah itu sendiri. Status agama anak juga dilihat dari kemauan orang tua dan anak itu sendiri adakah dia ingin tinggal bersama ibu atau ayahnya. Jika didasarkan pada Enakmen Undang-Undang Keluarga Islam (Negeri Sembilan) Tahun 2003 menyatakan bahwa, seseorang yang tidak beragama Islam, boleh memeluk agama Islam jika dia sempurna akal dan sudah mencapai umur delapan belas tahun atau jika dia belum mencapai umur delapan belas tahun cukup hanya diizinkan dan ditemani oleh ibu atau ayahnya. Seterusnya mengenai soal hadhanah orang yang muallaf terhadap anaknya tidak berlaku di dalam undang-undang yang khusus. Hakim memutuskan perkara didasarkan pada kepentingan kebajikan anak tersebut serta kemauan anak itu lebih memilih antara ibu atau ayahnya.

Jenis Item: Skripsi (Skripsi)
Subjects: 2X4 FIQH
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > Ahwal Syakhshiyyah
Pengguna yang mendeposit: Mr Fauzi Ep
Date Deposited: 20 Dec 2017 03:51
Last Modified: 20 Dec 2017 03:51
URI: http://repository.uinsu.ac.id/id/eprint/3102

Actions (login required)

View Item View Item