Khairani, Puja (2023) Tradisi Rebu Ngerana Sebagai Bntuk Pantangan Dalam Berbicara Terhadap Pernikahan Adat Karo di Desa Beganding Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo. Skripsi thesis, UIN Sumatera Utara Medan.
![]() |
Text
FILE_REAL.pdf Download (656kB) |
![]() |
Text
bab_1_puja.pdf Download (1MB) |
![]() |
Text
bab_2.pdf Download (1MB) |
![]() |
Text
bab_3_puja.pdf Download (1MB) |
![]() |
Text
bab_4_puja.pdf Download (490kB) |
![]() |
Text
bab_5_puja.pdf Download (1MB) |
![]() |
Text
daftar_pustaka_puja.pdf Download (1MB) |
Abstract
Judul skripsi ini adalah Tradisi Rebu Ngerana Sebagai Bentuk Pantangan Dalam Berbicara Terhadap Pernikahan Adat Karo Di Desa Beganding Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo. Skripsi ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan mengenai salah satu adat dan tradisi yang ada di Desa Beganding. Adat rebu merupakan larangan dalam berbicara antara mertua dengan menantu dan juga sesama ipar yang berlawanan jenis. Tradisi rebu ini masih dianggap tabu dalam kebudayaan masyarakat karo. Penulis memfokuskan penelitian pada masyarakat Desa Beganding. Penulis menggunakan metode deskriptif dengan jenis penelitian kualitatif yang menggambarkan bagaimana praktek larangan rebu dilakukan serta bagaimana pandangan masyarakat islam mengenai tradisi rebu tersebut. Data diperoleh melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Selanjutnya penyajian dan analisis data di narasikan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Pertama, Tradisi rebu ngerana merupakan tradisi yang berasal dari masyarakat karo yang memiliki arti pantangan/larangan dalam berbicara. Pihak-pihak yang direbukan antara lain mertua laki-laki dengan menantu perempuan mertua perempuan dengan menantu laki-lai dan yang terakhir adalah ipar yang berlawanan jenis. Kedua, fungsi tradisi rebu ngerana ini adalah untuk menghindari hubungan bebas, menjaga kehormatan mertua dan menjaga nama baik keluarga. Ketiga, terdapat beberapa bentuk rebu dalam masyarakat karo yaitu rebu ngerana atau larangan dalam berbicara, larangan duduk bersebelahan antara mertua dengan menantu, larangan bertatapan langsung, larangan bersentuhan anggota badan, larangan satu rumah jika hanya ada mertua dan menantu di dalamnya. Keempat, praktek larangan dalam berbicara pada tradisi rebu ini adalah bahwa metode untuk berkomunikasi antara pihak-pihak yang direbukan adalah dengan berbicara melalui pihak ketiga dan berbicara secara simbolik. Dari hasil wawancara bersama narasumber bahwa di Desa Beganding saat ini hanya sebagian masyarakat yang masih melestarikan tradisi tersebut selebihnya sudah menganggap mertua mereka adalah seperti orangtua kandung sendiri.
Jenis Item: | Skripsi (Skripsi) |
---|---|
Subjects: | 300 Social sciences > 390 Customs, etiquette, folklore |
Divisions: | Fakultas Ilmu Sosial > Sosiologi Agama > Skripsi |
Pengguna yang mendeposit: | Mrs Siti Masitah |
Date Deposited: | 22 Jan 2025 04:16 |
Last Modified: | 22 Jan 2025 04:16 |
URI: | http://repository.uinsu.ac.id/id/eprint/23654 |
Actions (login required)
![]() |
View Item |