Studi analisis pandangan farag fouda tentang hubungan agama dan Negara dalam Siya<Sah Syar’iyyah

Medani, Alex (2014) Studi analisis pandangan farag fouda tentang hubungan agama dan Negara dalam Siya<Sah Syar’iyyah. Masters thesis, Pascasarjana UIN Sumatera Utara.

[img]
Preview
Text
Tesis Alex Medani.pdf

Download (1MB) | Preview

Abstract

Di dalam perspektif pemikiran politik Islam, ada tiga wacana tentang paradigma hubungan antara agama dan negara: Paradigma integralistik (simbolistik formalistik) yaitu bahwa agama dan negara menyatu (integral), paradigma simbiotik, yaitu agama dan negara berhubungan secara simbiotik, suatu hubungan yang bersifat timbal balik dan saling memerlukan, dan paradigma sekularistik yang mengajukan pemisahan antara agama dan negara. Salah satu tokoh yang menganut paradigma sekularistik adalah Farag Fouda, seorang pemikir Mesir pada tahun 1980-an yang akibat pandangan-pandangannya tentang pemisahan agama dan Negara difatwakan murtad dan halal darahnya ditumpahkan. Pada tanggal 8 Juni 1992, Farag Fouda ditembak mati di Madinat al-Nasr, Kairo. Adapun rumusan masalahnya adalah: (1) bagaimana pandangan Fouda tentang hubungan agama dan Negara, (2) bagaimana respons ulama terhadap pandangan Fouda, dan (3) relevansi pandangan Fouda dengan konteks saat ini. Penelitian ini adalah penelitian normatif atau dikenal dengan doctrinal research. Dikatakan demikian karena pembahasan ini mengkaji doktrin politik yang tertulis di dalam kitab-kitab, dalam hal ini mengkaji tentang pendapat Farag Fouda tentang hubungan agama dan negara dalam siya>sah syar’iyyah. Penelitian ini juga merupakan jenis studi tokoh yaitu pengkajian secara sistematis terhadap pemikiran atau gagasan seorang pemikir Muslim, baik keseluruhannya atau sebagiannya. Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu jenis penelitian yang hanya menjelaskan (mendeskripsikan) variabel satu dengan variabel lainya. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Farag Fouda menganut prinsip pemisahan politik dari agama, antara negara dan Islam. Menurutnya, pemisahan ini perlu dilakukan demi kebaikan agama dan negara. Agama terhindar dari manipulasi politisi, dan pemerintahan terlaksana tanpa beban partikularisme keagamaan. Fouda menolak hadis tentang pemimpin mestilah dari suku Quraisy. Fouda menilai bahwa hadis ini tidak lebih dari justifikasi terhadap kekuasaan dinasti Umayah dan Abbasiyah. Fouda juga menolak anjuran sistem khilafah yang digaungkan kaum Islamis, menurutnya sistem ini tidak lebih dari salah satu sistem dalam sejarah Islam yang banyak terdapat sisi-sisi kelamnya. Belajar dari kasus Utsman, untuk menjamin kebaikan rakyat, menertibkan sistem kekuasaan, mewujudkan keadilan, dan menjamin keamanan tidak hanya dibutuhkan pemimpin yang baik, umat Islam yang luhur, dan syariat Islam yang diterapkan penuh. Namun semuanya harus diatur dengan sebuah sistem yang mengatur hubungan antara penguasa dan rakyat.

Jenis Item: Skripsi (Masters)
Subjects: 2X6 SOSIAL DAN BUDAYA
2X6 SOSIAL DAN BUDAYA > 2X6.1 Masyarakat Islam
2X6 SOSIAL DAN BUDAYA > 2X6.2 Politik
Divisions: Program Pasca Sarjana > Program Magister > Hukum Islam
Pengguna yang mendeposit: Mr. Imran Benawi
Date Deposited: 13 Jun 2017 04:41
Last Modified: 13 Jun 2017 04:41
URI: http://repository.uinsu.ac.id/id/eprint/1721

Actions (login required)

View Item View Item