Falsafah Adzan (2)

  • Whatsapp
Falsafah Menang

Panggilan selanjutanya berhubungan dengan akad dan kesaksian (syahadah) yang diseru adalah nurani dan kejiwaan. Jasmani harus mengikut, sebab seruan akad tersebut telah “menyerang” jiwa-kejiwaan- manusia. “Asyhadu An Laa ilaaha Illa Allah.. Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah..”

Pada panggilan adzan yang diseru lantang dan keras dari semua masjid dalam pada setiap masuk waktu shalat di akadkan untuk bersyahadah. Menguatkan kembali akad kehambaan. Loyalitas ber-Islam. Tidak hanya pada hubungan kemanusiaan, terlebih ikatan yang kuat pada hubungan ke-tauhidan (ketuhanan).  Kita dipanggil untuk melaksanakan shalat dengan syahadah. Itu sesuatu yang sangat serius-bukan simbolil-.

“Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan Selain Allah.., Aku bersaksi bahwa Muhammad itu Utusan Allah..” dua-dua kali. Wahai manusia yang lalai dan sibuk. Di seru untuk kembali pada Jalan yang benar melalui shalat-mu. Telah masuk waktunya. Diingatkan engkau melalui syahadah yang menjadi akad ke-islamanmu, seharusnya akad ini menjadi jiwa keimananmu. Apapun yang kau kerjakan dalam kehidupan ini, jangan lepas dari nilai dan fungsi dari akad itu. Berwudhu’lah- ambil pakaianmu, ,sempurnakan penutup auratmu. Ber-adablah dalam shalatmu. Hanya karena Allah-lah semua ibadahmu. Laksanakan semuanya atas dasar keimanan-mu.

Panggilan adzan yang lantang berkumandang, tidak pernah melewati waktu-nya. Sesibuk apa-pun manusianya. Jika-pun tak sampai kaki ke masjid, adzan harus menjadi seruan yang I’tiqadiyyah kepada semua muslim, telah sampai berita masuknya waktu shalat, dan sebab itu pula harus bersegera melaksanakan-nya, dan sesempurna shalat dilaksanakan dengan berjamaah.

Tidak simbolik. Adzan bukan panggilan seremony, jangan abaikan seruannya. Jangan hilangkan ghirah telinga mendengarnya. Bahkan Negara-negara minority muslim. Mereka sangat merindukan merdunya adzan yang berkumandang. Bukan sekedar cantiknya suara muadzzin, gelegar ghirah keislaman yang diseru melalui adzan. Sudah lama tak taerdengar adzan yang nyaring. Melintasi setiap sudut rumah. Jikapun adzan berkumandang,  adzan yang berbisik-bisik, kecil suaranya, hanya terdengar bilamana kita sampai ke masjid saja. Sudah hilang nikmat-menikmati seruan adzan. Itulah keadaan negeri minority. Irilah mereka dengan kaum yang berada di negeri mayority muslim. Merdua adzan menggema, semua yang mendengar terus tidak menghiraukannya.

Panggilan dengan mengakadahkan kembali dua kalimat syahadah menjadi alasan yang sangat serius bahwa shalat-berjamaah-pada awal waktu- menjadi energy yang sangat kuat untuk membangun kepercayaan diri. Komitmen ber-islam. Membangun agama dan Negara. Sebab semua sudah dipahami menjadi sepenuhnya rancangan Allah. Dan manusia berada dalam –itaran- rancangan tersebut tanpa bisa menyeleweng sedikitpun. Tiada hidup yang sia-sia, jika nilai tidak berwujud di dunia, amal baik terasa tetap tidak menjadikan diri kaya dan hebat. Kesabaran dan terus berbaik sangka kepada Allah menjadi nilai yang mahal. Tidak singgah di dunia. Dia terus menjadi akumulasi di yaumil hisaab. Sebab sabar adalah rezki yang sering kehilangan tempat di alam sadar manusia yang sedang mengalaminya (bersambung).