Keasyikan manusia terjebak dalam godaan disebabkan akal kalkulatif yang menyangka umur, kesempatan, berhubungan erat dengan penyesalan dan taubat. Karakter inilah yang harus dirubah, sehingga dosa tetap menjadi perbuatan yang dihindari, dijenuhkan, dibenci, di-ingkari. Melatih diri untuk berjarak dengan godaan, beradaptasi dengan kebaikan, sehingga kebaikan menjadi ruh dari semua perbuatan.
Allah telah tegaskan dalam QS Albaqarah ayat 208 “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”. keyword dari ayat tersebut pada pernyataan Allah tentang orang orang beriman (amanu), jika memakai pendekatan terbalik, keberimanan kita bukan sebagai nama, tapi sebagai ikrar dan jaminan-gadaian. Untuk masuk menjadi Islam yang Kaffah, (keseluruhan), maka engkau sedang menggadaikan, menguji, berakad atas iman yang kau miliki. Jika tak memakai iman-itu-, maka sulit bagimu menjalankan Islam yang keseluruhan (kaffah).
Keimanan yang sifatnya immateri, metafisik, supra rasional, kebenaran yang bukan jasmaniah, bukan kalkulatif, bukan simbiotik, bukan kausalitas, keimanan yang berpuncak pada kepercayaan vertikalistik an sich, lalu menyerap energi-nya secara utuh menjadi sikap-perbuatan yang mencirikan Islam yang kaffah. Pesan menjadi Islam yang kaffah adalah semangat jihad yang harus dibawa manusia dengan keimanannya agar menjadi teladan bagi semua makhluk. Idealnya semua makhluk meneladani manusia, termasuk malaikat, sebab manusia adalah makhluk yang paling sempurna.
Ibadah mahdhah menjadi kenderaan syariat-nya, ibadah muamalah menjadi implementasinya. Semua manusia berada dalam kebaikan yang tidak melanggar syariah, sehingga kebaikan itu menjadi cerminan keteladanan dan kebenaran. Orang beriman itu pilihan, eksklusive dalam makna yang sangat positif. Energi kebenarannya vertical, energy implementasinya horizontal, ukuran kebenarannya Tauhid, cara kerjanya ber muamalah dengan ihsan (dalam bahasa popular sering disebut hablun minallah, hablun minan-nas).
Setelah diperintah menjadi Islam yang kaffah, lalu Allah beri peringatan dalam bentuk larangan, (jangan ikuti jalan Syaitan, sesungguhnya dia musuh yang nyata). Syaitan sebagai sifat dan prilaku. Akan menjadi sebab manusia tergelincir. Harusnya manusia bisa memiliki sikap paripurna sebagai makhluk yang paling sempurna, tidak tergoda dengan siyasah makhluk lainnya yang secara hirarkis berada dibawahnya. Namun syaitan menjadi ancaman keparipurnaan manusia. Makanya Allah menegaskan dan mengingatkan bahwa syaitan itu harus di posisikan sebagai musuh yang nyata (mubiin). Bukan yang abstrak, bukan musuh imaginative, bukan musuh dalam mimpi dan khayal. Dia musuh yang materialistic, berwujud, kelihatan, terasa godaannya, yang harus dimusuhi.
Sikap inilah yang harus dimiliki dan ditempah dengan sempurna oleh manusia yang sudah menjaminkan keimanannya sebagai wujud menjalankan Islam yang sempurna itu (kaffah). Kalau belum sempurna pasti akan keok (rusak; pen). Totalitas pengakuan dan penyerahan diri kepada Allah akan membuat jasmani semakin elastis menerima kebenaran Allah di muka bumi ini.
Untuk memenuhi unsur mubin-nya syaitan itu, maka manusia harus mampu memberi wujud pada syaitan yang tak kelihatan. Untuk mengenalinya, bercerminlah. Setiap manusia bercermin, dia akan melihat wujud syaitan, mengerikan dan memalukan. Sebab dia melihat wujud yang selama ini sangat dia kenali tapi bukan sebagai manusia, dia sebagai syaitan (bersambung)