Falsafah Hidup

  • Whatsapp

“Kegagalan adalah peluang terselubung. Jika kau gagal, penyebabnya karena kau mencoba. Jika kau berhasil, penyebabnya karena kau menggunakan sebuah peluang. {Larry Wilde dalam Harga sebuah Impian; Chicken Soup, Gramedia, 2007. h 16-19}”

Banyak orang yang pasrah dengan hidupnya, ia merasa bahwa hidupnya kali ini hanya sebagai akhir dari penantian kapan berakhir. Penyerahan terakhirnya sudah ia berikan sejak awal kepada Tuhan. Bahwa hidupnya hanya bergantung pada apa yang dikehandaki Tuhan saja, tak lebih. Hal ini pula yang membedakan kepasrahan dengan ke-tawakkalan yang seolah tak terbedakan lagi. Kesakitan hidup sudah dikombinasikan rasa bahagia, sehingga akan bingung membedakan, mana yang membahagiakan, mana yang menyedihkan. Hidup sudah dijadikan sebagai akumulasi sadar diri tak bisa berusaha, dan malas diri tak mau berusaha. Hidup seperti ini hanya akan menambah penat waktu yang menghujam diri menuju titian kematian.

Jika ingin hidup, maka bersiaplah dengan segenap tantangan. Karena hidup adalah tantangan untuk merealisasikan cita-cita diri. Hidup untuk berkarya. Hidup untuk bijaksana. Hidup untuk mematangkan pemaknaan diri. Wilayahnya ada pada lahiriyah dan bathiniyah. Wilayahnya ada pada prilaku dan tindakan spiritual. Dari sini pula akhirnya kita bisa menyimpulkan betapa sederhana namun pentingnya perbedaan antara manusia dan hewan. Manusia menciptakan peluang dirinya dari kematangan berfikir, proses yang dijalani dan sederetan pengalaman hidup. Sedangkan hewan akan stagnan dan mapan dengan kepandaiannya. Maka, semut begitu hebatnya membuat sarang dari tanah, tapi semut tak akan bisa membuat yang lebih baik dari itu. Meski zaman berubah, masa berganti, dan kecanggihan meradang.

Defenisikanlah hidup ini dengan sederatan tantangan yang menghadang dihadapan kita. Bayangkan bahwa hidup harus diakumulasi dari segenap perjuangan menuju pencapaian dari tantangan itu. Pasti ada kendala, dan pasti ada aral yang terjal. Semua itu akan menjadi batu sandungan yang siap menghadang, atau justru ia menjadi batu loncatan yang siap menerbangkan diri menuju pencapaian yang terbaik. Jangan mau melemahkan diri dengan sederatan kepasrahan. Karena kepasrahan hanya akan melahirkan kelegowowan. Legowo bukan karena keberhasilan dan kepuasan, tapi legowo karena tidak bisa mencapai yang lebih baik lagi.

Orang yang berani menerima tantangan, akan bersiap mendefenisikan kegagalan sebagai bagian dari hidupnya. Kegagalan itu harus menjadi cambuk keberhasilan. Jangan tertunduk di tengah kegagalan. Tapi bertahanlah untuk tetap menengadahkan rentangnya kepala menandakan perjuangan itu belum selesai demi sebuah keberhasilan. Kedewasaan menerima keberhasilan hidup adalah ketika bisa memaknai kegagalan bukan sebagai kekecewaan, tapi kegagalan adalah sebuah pembelajaran yang menantang.

Hidup ini memang benar-benar pertarungan. Jika kita tidak melihatnya sebagai tantangan, maka kita akan terbawa arus suasana kehidupan. Seorang yang sakit dan pasrah dengan penyakitnya, menandakan bahwa ia sudah mendefisitkan makna hidupnya hanya sebatas pada kemalasan. Malas untuk berusaha, dan malas untuk merubahnya menjadi lebih baik. Begitu juga dengan kepasrahan dalam kesalahan. Seseorang yang sudah merasa terlanjur berada pada kesalahan, akan memasrahkan dirinya untuk tetap dalam kesalahan. Baginya, kebahagiaan terakhirnya adalah memaknai kesalahan sebagai sebuah kenikmatan. Karena ia merasa sudah tak ada ruang perubahan dan pertaubatan. Padahal ada satu hal yang terlupa, selama nafas masih berteriak di tarikan hembusannya, maka selama itu pula kesempatan berubah masih ada.

Kita harus berani memaknai hidup dengan peluang terbesar. Semua perubahan hanya ada pada diri kita. Tuhan akan menjawab usaha dengan ketekunan. Tuhan akan memberikan hasil dengan keyakinan. Maka semuanya hanya ada ketika kita mau berusaha. Menjadikan hidup sebagai tantangan masa depan. Kejarlah keinginan semaksimal mungkin, maka kau akan mendapatkannya. Jangan hentikan cita-cita itu hanya sebatas khayalan saja, karena itu hanya akan menghambat usahamu untuk meraihnya secara sempurna. Diam, lakukan dan kerjakan. Tunggu hasilnya dan rasakan keberhasilannya. itu yang lebih baik dilakukan

Wajar jika ada orang yang terpuruk karena kegagalan. Tapi keterpurukan harus dijadikan sebagai “ rehat diri “ saja. Setelah itu bangkit kembali, dengan mesin semangat yang baru. Tujuan yang baru, strategi yang baru, komitmen yang baru dan melesat dengan kecepatan terbaru. Jangan risaukan sekelilingmu, jika itu hanya memperlambat pacu hidupmu, tapi hiraukan sejenak itu semua, demi menggapai keberhasilan yang tertunda.

Mari menjadi bijak menapaki hidup ini. Kita memang sering terlanjur menjadikan masa lalu sebagai batu sandungan. Tapi kita tidak melihat, setelah kejatuhan itu, masih ada kesempatan untuk bangkit dan kembali berlari. Meski tertatih, biarkan tetap berlari, karena pacunya akan menjawab seberapa besar keinginannya. Jangan mau menangis setelah kejatuhan itu, jika kejatuhan itu hanya akan membuatmu lunglai tak berdaya, meratapi kegagalan sebagai sebuah akhir dari kehidupan. Defenisi hidup yang paling sederhana adalah menapakinya sebagai bagian dari tantangan. Semoga hidup kita selalu bermanfaat. dayunglah perahu itu dengan maksimal, meski sesekali ia goyah dan tersukat gelombang. Jangan mau menghentikan dayung itu, karena perahu hidupmu tak cukup waktu untuk melihatmu hanya berangan-angan untuk sampai tujuan