Habsah, Habsah (2021) Penentuan Awal Ramadhan Dan Syawal Perspektif K.H.Mohammad Manshur Al-Batawi Dan K.H. Zubair Umar Al-Jailani. Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
|
Text
HABSAH REPOSITORY.pdf Download (1MB) | Preview |
Abstract
Penentuan Awal Ramadhan dan Syawal merupakan hal yang begitu penting dalam agama Islam. Hal ini dikarenakan pada bulan-bulan tersebut yang menentukan ibadah puasa dan berhari raya di idul fitri. Dalam penentuan awal Ramadhan dan Syawal sangat berkaitan satu sama lain dan hal ini sangat penting untuk umat muslim. Bahkan dalam penentuan awal Ramadhan dan Syawal beranekaragam metode yang digunakan. Ada dua pendekatan yang dilakukan oleh umat muslim di dunia untuk menentukan awal bulan hijriyah, yaitu hisab dan rukyat. Dua pendekatan ini terkadang menimbulkan perbedaan pendapat dalam menentukan awal bulan khususnya Ramadhan, Idul fitri dan idul adha. Hal ini juga menjadi alas an mengapa dalam puasa mengalami perbedaan, ada yang sudah mulai berpuasa adapula yang belum. Perbedaan ini sangat mencolok khususnya di Indonesia yang mana bahkan di Indonesia sendiri ada lebih dari dua puluhan sistem dan referensi hisab yang masih digunakan di Indonesia. Dalam penelitian ini penulis mencoba mengumpulkan pendapat mengenai awal Ramadhan dan Syawal serta menganalisanya. Penulis mencoba membandingkan antara sistem hisab yang digunakan KH. Mohammad Manshur Al-Batawi dan KH. Zubair Umar Al- Jailani dalam menentukan awal bulan Ramadhan dan Syawal. Perbandingan anatara keduanya yakni KH. Mohammad Manshur Al-Batawi menggunakan metode hisab hakiki taqribi sedangkan KH. Zubair Umar Al-Jailani menggunakan metode hisab hakiki tahqiqi. Perbedaan yang mencolok antara metode hisab hakiki taqribi dan juga hakiki tahqiqi terdapat pada posisi ketinggian hilalnya. Sistem hisab taqribi menentukan ketinggian dengan cara membagi dua selisih saat ijtimak dengan saat matahari terbenam. Hasil tersebut merupakan ketinggian dalam satuan derajat pada saat Matahari terbenam. Menurut sistem ini jika ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam ketinggian hilal selalu positif. Lain halnya dengan dengan sistem tahqiqi. Sistem ini menghitung ketinggian hilal dengan posisi observer, deklinasi bulan dan Matahari, serta sudut waktu atau asensiorekta bulan dan matahari. Akibatnya, menurut sistem hisab ini, jika ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam maka ketinggian hilal tidak selalu positif di atas ufuk. Penulis berkesimpulan bahwa di antara dua metode antara hisab hakiki taqribi yang dipakai KH. Mohammad Manshur Al-Batawi dengan hisab hakiki takqiqi yang dipakai KH. Zubair Umar Al-Jailani yang mendekati sempurna dan yang pas dalam perhitungannya serta senada dengan pemerintah adalah pendapat dari KH. Zubair Umar Al-Jailani dalam kitabnya Khulashatul Wafiyyah.
Jenis Item: | Skripsi (Skripsi) |
---|---|
Subjects: | 200 Religion > 290 Other and comparative religions > 297 Islam and religions originating in it |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Perbandingan Mazhab > Skripsi |
Pengguna yang mendeposit: | Mr Muhammad Aditya |
Date Deposited: | 11 Jan 2022 08:17 |
Last Modified: | 11 Jan 2022 08:17 |
URI: | http://repository.uinsu.ac.id/id/eprint/13006 |
Actions (login required)
View Item |