S, Ahmad Zaky (2020) Melakukan Wasiat Yang Menyimpang Dalam Terminologi Fiqih Menurut Tokoh Nahdatul Ulama Dan Tokok Muhammadiyah (Studi Kasus Di Kecamatan Tanjung Medan Kabupaten Rokan Hilir). Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
|
Text
SKRIPSI Ahmad Zaky.pdf Download (1MB) | Preview |
Abstract
Allah mensyariatkan bahwa wasiat mengandung hikmah yang besar bagi hambahambaNya, yaitu merupakan salah satu cara yang dipergunakan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah serta untuk menambah amal baik dari kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat. Dalam hukum adat, wasiat adalah pemberian yang dilaksanakan oleh seorang kepada ahli warisnya atau orang tertentu yang pelaksanaannya dilakukan setelah orang yang menyatakan wasiat itu meninggal. Wasiat dibuat karena berbagai alasan yang biasanya adalah untuk menghindarkan persengketaan atau mengurangi beban si pewasiat ketika ia meninggal dunia, perwujudan rasa kasih sayang dari orang yang menyatakan wasiat Oleh karena itu, didalam wasiat terdapat kebaikan dan pertolongan kepada manusia. Sebab dengan wasiat seseorang dapat berbuat baik dan berlaku adil kepada orang lain dan kerabatnya. Ulama fiqih juga menyebutkan bahwa wasiat merupakan suatu penyerahan sesuatu yang bisa bermanfaat secara sukarela dari seseorang kepada pihak lain yang berlaku setelah orang tersebut wafat. Wasiat tersebut sekalipun akadnya dibuat ketika orang yang berwasiat masih hidup, tetap hukumnya baru berlaku ketika orang yang berwasiat itu wafat. wasiat yang terjadi di kecamatan Tanjung Medan Kabupaten Rokan Hilir dimana masyarakatnya melakukan wasiat tersebut, tidak sesuai dengan apa yang di ajarkan dalam Islam, serta dalam hukumhukum fiqih lainnya. Berdasarkan wasiat yang dilakukan di kecamatan Tanjung Medan Kabupaten Rokan Hilir tersebut. Wasiat yang dilakukan masyarakat tersebut berupa permintaan untuk dipotong jarinya ketika ia sudah m eninggal dunia, dan wasiat itu pun dilakukan secara turuntemurun. wasiat yang menyimpang seperti wasiat mengambilan organ tubuh, Pada muktamar Muhammadiyah 32 di Yogyakarta tahun 1990 perbuatan tersebut dibolehkan, sedangkan pada Mukhtamar nahdlatul ulama 38 tanggal 25-28 nopember 1989 M di pondok pesantren al-munawwir krapyak Yogyakarta, yang berisikan bahwa perbuatan tersebut tidak sah atau batal.
Jenis Item: | Skripsi (Skripsi) |
---|---|
Subjects: | 2X4 FIQH |
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Perbandingan Mazhab > Skripsi |
Pengguna yang mendeposit: | Ms Novita Sari |
Date Deposited: | 25 Dec 2020 11:06 |
Last Modified: | 25 Dec 2020 11:06 |
URI: | http://repository.uinsu.ac.id/id/eprint/10203 |
Actions (login required)
View Item |